Friday, January 26, 2007

Belajar pada Matahari (2)

Oleh Jeffrie Geovanie
Direktur Eksekutif The Indonesian Institute

Matahari adalah sumber energi bagi semua kehidupan di bumi. Energi panas yang dipancarkannya pas, proporsional, sesuai kebutuhan. Bayangkan jika panas matahari berkurang 13 persen saja, menurut para ahli, permukaan bumi akan diselimuti lapisan es setebal 1,5 km; atau jika panasnya bertambah 30 persen, matahari akan merebus semua makhluk Tuhan yang ada di permukaan bumi. Matahari betul-betul luar biasa.

Lantaran kagum, kiranya wajar belaka jika pada saat berpetualang mencari Tuhan, Ibrahim sempat terkecoh, mengira matahari sebagai Tuhan. Di mata Ibrahim, matahari begitu hebat, baik dari bentuk maupun pancaran sinarnya. Maka tak perlu heran juga jika ada penduduk bumi yang menyembah matahari.

Matahari tak hanya hebat, ia juga tak pernah ingkar janji. Tidak pernah telat, tidak pula tergesa-gesa. Ia selalu datang dan pergi pada saat yang tepat. Matahari muncul untuk membangkitkan semangat, terbenam untuk memberi kedamaian saat istirahat. Hanya para maling dan penghisap darah yang membenci kedatangannya.

Begitu hebatnya matahari, hingga para pemimpin yang bijak dan tegas akan berbunga-bunga hatinya, saat diumpamakan bagaikan matahari. Saat ada dua pemimpin yang menonjol dengan kekuatan yang sama dalam suatu negara, di negara itu akan disebut ada “dua matahari”. Banyak orang menamakan anaknya dengan matahari dalam berbagai bahasa (seperti Syam, Surya, Mentari, Baskoro, dll) dengan harapan kelak akan menjadi pemimpin, seperti matahari.

Pemimpin yang baik adalah yang mau belajar pada matahari. Mau memerintah sercara proporsional, tidak ragu-ragu, tidak juga otoriter. Karagu-ruaguan pemimpin akan membuat rakyat kehilangan arah dan kebingungan. Suasana demikian akan sangat mudah dimanfaatkan oleh para petualang untuk mengail ikan di air keruh, memanas-manasi suasana dan memprovokasi sehingga mencuatkan konflik baik vertikal maupun horizontal. Sedangkan keotoriteran pemimpin akan membuat rakyat sengsara, tertekan, dan merasa diperbudak.

Bagaikan matahari, pemimpin yang baik akan memegang teguh janjinya dan tidak hanya mengumbar harapan kosong. Kedatangannya membawa semangat, tidak menjadi beban yang merepotkan. Kepergiaannya membawa kedamaian, tidak meninggalkan petaka. Segenap rakyat akan mengelu-elukan kehadirannya, kecuali koruptor dan para pengkhianat.

Jika matahari mengatur cuaca dan mengarahkan angin, pemimpin yang baik akan mengatur irama kehidupan dengan arahan-arahannya yang jelas dan perintah-perintahnya tegas. Mampu memberikan energi yang memompa semangat, menumbuhkan motivasi, dan mewariskan optimisme bagi segenap rakyat.