Friday, February 2, 2007

Pidato Presiden

Oleh Jeffrie Geovanie
Direktur Eksekutif The Indonesian Institute

Sempat maju mundur, akhirnya pidato awal tahun Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terwujud juga,. di Istana Merdeka, Rabu (31/1) sore. Dalam pidatonya, antara lain SBY menekankan perlunya stabilitas nasional.

"Gerakan dan cara-cara berpolitik yang nyata-nyata mengguncangkan stabilitas nasional kita, apalagi bersifat inkonstitusional, tentu harus kita hentikan, meskipun tetap dengan cara-cara yang demokratis dan menjunjung tinggi supremasi hukum," kata Presiden.

Apa yang disampaikan SBY ini menurut saya merupakan kelanjutan dari pernyataan sebelumnya bahwa memasuki tahun 2007 Presiden akan bertindak lebih tegas dan tidak melakukan kompromi-kompromi politik.

Kita menyambut baik pernyataan presiden yang selama ini dinilai kurang tegas, tersandra oleh keinginan partai-partai dan hegemoni internasional. Kita tunggu, beberapa hari kedepan, apakah pernyataannya itu benar-benar direalisasikan.

Langkah pembubaran Consultative Group on Indonesia (CGI) barangkali salah satu bukti keberanian SBY, begitu pun upaya-upayanya yang keras dalam memberantas terorisme dan jaringan narkoba. Dengan langkah-langkahnya ini, nama baik Indonesia mulai terangkat di dunia internasional. Amien Rais yang terkenal kritis terhadap SBY pun mengakui nilai positif ini.

Masalahnya, nama baik di mata internasional –kalau benar demikian—tidak cukup punya pengaruh signifikan untuk memperbaiki kondisi sosial politik dalam negeri. Masih dibutuhkan ketegasan-ketagasan lain, misalnya dalam menjamin keamanan investasi baik dalam maupun luar negeri, memperbaiki peraturan ketenagakerjaan, dan UU tentang Perpajakan.

Keberhasilan membuat UU yang dilakukan rezim sebelumnya, meskipun didukung oleh kekuatan partai besar, harus berani dirombak jika UU tersebut terbukti bisa menghambat lajunya perekonomian nasional. Jika perombakan dihambat parlemen (karena tidak didukung partai besar), Presiden harus berani mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU atau yang semacamnya. Sepanjang tujuannya untuk memajukan dan menyejahterakan rakyat, saya kira, langkah-langkah terobosan semacam itu perlu dilakukan.

Selain itu, keberanian Presiden juga ditunggu dalam rangka memperbaiki kinerja para pembantunya. Terhadap menteri-menteri yang terbukti gagal, atau terbukti melakukan kesalahan fatal, Presiden harus berani menggantinya dengan yang lebih kapabel, meskipun menteri yang bersangkutan didukung oleh kekuatan partai besar. Untuk memperbaiki kinerja pemerintahan, kompromi dengan (kepentingan) partai-partai seyogianya ditinggalkan.

Transisi demokrasi di negeri ini sudah berjalan lebih dari satu windu, ditandai dengan euforia politik dan kebebasan berekspresi yang luar biasa. Kita tidak ingin transisi ini berkepanjangan. Di samping kebebasan, rakyat juga butuh kesejahteraan. Karenanya, sudah tinggi saatnya bagi pemerintah untuk melakukan penataan dengan membangun stabilitas politik, bukan dengan tangan besi, melainkan dengan penataan birokrasi dan perundang-undangan yang kondusif bagi perbaikan perekonomian nasional, tentu saja dengan tetap berpegang pada prinsip-prinsip demokrasi dan hak-hak asasi manusia.