Wednesday, February 14, 2007

Misteri Beras


Oleh Jeffrie Geovanie
Direktur Eksekutif The Indonesian Institute

Bukan roh, jin, setan, atau makhluk jadi-jadian, tapi misterius, itulah beras. Negeri ini, dari zaman nenek moyang hingga kini, masih disebut sebagai negeri agraris. Sebagian besar penduduknya mengaku –setidaknya tercantun di KTP—berprofesi petani. Kalau kita menyusuri jalan-jalan di pantai utara pulau Jawa (Pantura), akan kita saksikan hamparan sawah yang begitu luas. Sejumlah kota seperti Karawang, Indramayu, Cianjur, dll menyandang predikat sebagai lumbung padi.

Sejauh ini Bulog mengaku memiliki 750 ribu ton stok beras yang siap disebar ke pasar. Selain itu, guna meringankan beban warga korban banjir, pemerintah akan membagikan beras gratis sebanyak 10 kilogram per orang kepada sekitar 300 ribu jiwa selam dua bulan. Bahkan, hingga bulan depan, pemerintah telah menyiapkan 6.000 ton beras yang siap diambil dari gudang Departemen Sosial untuk operasi pasar.Anehnya, di sejumlah pasaran, beras seringkali langka. Kalaupun ada, harganya melonjak tak terkendali. Ratusan ton beras yang digelontorkan pemerintah melalui operasi pasar tetap tak mampu menekan kenaikan harga. Dalam seminggu terakhir, harga beras di pasaran terus merangkak naik. Sebagian besar rakyat yang sudah jatuh miskin, terkena bencana banjir, tanah longsor, dan lain-lain, dengan kenaikan harga bahan-bahan pokok, terutama beras, nasibnya semakin memburuk.

Yang lebih aneh lagi, di kalangan pemerintah sendiri sering terjadi selisih paham, antara Menteri Pertanian dan Menteri Perdagangan dengan Kepala Perum Bulog. Tahun lalu, Menteri Pertanian mengatakan stok beras cukup, sementara Kabulog mengatakan kurang. Kini giliran Menteri Perdagangan yang mengatakan stok beras cukup. Bahkan Menteri Pertanian Anton Apriyantono Kamis (8/2) lalu berjanji pemerintah tidak akan mengimpor beras sepanjang 2007, selain yang sudah terlanjur diizinkan sebanyak 500.000 ton. Kita tidak tahu mana yang benar, soalnya Selasa (13/2), Wakil Presiden Jusuf Kalla mengumumkan rencana pemerintah untuk kembali mengimpor beras.

Di negeri ini memang tak ada data –terutama dari ucapan pemerintah-- yang benar-benar bisa dipercaya. Yang jelas dirasakan masyarakat, beras langka, hingga harganya terus melonjak. Kelangkaan beras bisa disebabkan dua hal. Ditahan (ditimbun) para spekulan, atau memang benar-benar kekurangan stok karena sejumlah petani gagal panen, baik disebabkan karena kekeringan maupun banjir. Apa pun penyebabnya, yang jelas pemerintah wajib memenuhi kebutuhan pokok ini. Membiarkan beras langka di pasaran, sama artinya dengan membiarkan sebagian besar rakyat kelaparan.

Tugas pokok pemerintah adalah untuk mengabdi dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan rakyat. Jika tugas ini tak mampu diemban, pemerintah sekarang ini akan dipertanyakan keberadaannya. Buat apa keberadaan pemerintah kalau rakyat tak merasakan manfaatnya?

Untuk itu, seperti biasa, kita tak bosan-bosan menghimbau kepada pemerintah agar bersikap tegas. Jika impor beras memang dibutuhkan, ya harus dijalankan meskipun sebagian anggota parlemen menolaknya, meskipun ada menteri yang mengatakan beras cukup. Untuk sekarang ini, setidaknya ada tiga manfaat dari impor beras: (1) untuk memenuhi kebutuhan rakyat; (2) mencegah lonjakan harga di pasar; dan (3) memukul para spekulan yang hobi menimbun beras.