Tuesday, September 12, 2006

Otonomi Individu

Oleh Jeffrie Geovanie
Direktur Eksekutif The Indonesian Institute

Salah satu prinsip yang harus diperjuangkan dalam menjaga etika kebebasan adalah otonomi individu --tanpa harus bersikap individualistis atau egoistis. Yaitu keyakinan bahwa setiap orang punya hak untuk bertindak atau tidak bertindak, dan bertanggungjawab atas tindakannya itu.

Dalam dunia politik, otonomi individu menjadi salah satu syarat tegaknya sistem demokrasi. Dalam dunia ekonomi, otonomi individu menjadi penunjang utama tumbuhnya jiwa kewirausahaan (entrepreneurship) bagi rakyat. Perpaduan demokrasi dan enterprenership dalam suatu negara tidak diragukan lagi akan melahirkan kemajuan dan kesejahteraan.

Namun, banyak orang yang tidak suka dengan prinsip otonomi individu karena dianggap sebagai bagian dari budaya Barat. Padahal, tidak harus berpaling ke Barat, dalam Islam pun otonomi individu sangat dihormati. Bahkan sebagian besar kewajiban-kewajiban agama bersifat individual (fardlu ‘ain). Hanya sebagian kecil saja yang menuntut kolektivitas (fardlu kifayah). Pertanggungjawabannya pun individual. Tidak bisa, misalnya, seseorang merasa terjerat korupsi dengan menyalahkan sistem, atau karena aturan main yang koruptif. Di dalam sistem yang sekorup apa pun, seseorang para pemilik otonomi individu yang kuat tidak akan terbawa arus “ikut-ikutan” korupsi.

Selain itu, dalam ajaran Islam juga tidak dikenal adanya doktrin dosa warisan atau turunan. Setiap orang hanya akan memikul dosa dari kejahatan yang diperbuatnya sendiri. Artinya, tanpa harus bercermin ke Barat, otonomi individu sudah ada dalam ajaran agama yang diyakini mayoritas penduduk negeri ini.

Mengapa otonomi individu harus dibela dan diperjuangkan? Karena hanya dengan otonomi individu, kemajuan bisa dicapai. Masing-masing orang akan berjuang sesuai kemampuan yang dimilikinya, tanpa menggantungkan hidup pada orang lain. Orang yang memiliki otonomi individu tidak akan mudah terperosok menjadi peminta-minta.

Benar bahwa dalam hidup, sesama manusia harus saling tolong-menolong, harus ada rasa senasib sepenanggungan. Tetapi bukan berarti otonomi individu harus diabaikan. Tolong menolong dan saling membantu adalah konsekuensi logis dalam setiap relasi antarmanusia. Ada take and give, ada supply and demand, tapi sifatnya tidak mutlak. Sesorang bisa menjadi penolong sekaligus menjadi pihak yang ditolong. Yang pasti, pilihan untuk menjadi penolong atau yang ditolong adalah bagian dari otonomi individu. Untuk menjadi penolong atau ditolong adalah pilihan.

Dalam situasi perekonomian kita yang masih terpuruk, otonomi individu menjadi urgen untuk dibangkitkan. Percayalah, negara ini akan terus terpuruk sepanjang para pemimpinnya belum memiliki keberanian untuk berdiri di atas kaki sendiri; sepanjang rakyatnya belum memiliki otonomi yang realatif dari negara.