Friday, December 1, 2006

BBM, Listrik, dan Tanggungjawab Jabatan

Oleh Jeffrie Geovanie
Direktur Eksekutif The Indonesian Institute

Di luar berita-berita yang mengenaskan mengenai korban tayangan Smack Down dan bencana lumpur Lapindo, pada hari-hari ini, kita saksikan masyarakat antre berjam-jam, di antaranya bahkan rela terjemur panas matahari dan terguyur hujan, hanya untuk membeli minyak tanah (yang dibatasi 10 liter/orang), dengan harga yang melangit pula (hingga 5000 rupiah/liter).

Selain kelangkaan BBM --terutama minyak tanah—kita juga kekurangan energi listrik, hingga di beberapa tempat dilakukan pemadaman secara bergilir. Kalangan industriawan mengeluh bahkan banyak yang sudah sekarat karena kerugian akibat pemadaman listrik itu mencapai miliaran rupiah perhari. Banyak industri kecil dan menengah yang tak mampu lagi bertahan, terpaksa harus gulung tikar.

BBM dan listrik adalah dua komoditas yang dibutuhkan semua warga negara, baik miskin maupun kaya. Pada saat keduanya langka, siapakah yang harus bertanggungjawab? Tentu, siapa lagi kalau bukan para pemangku jabatan, terutama yang terkait dengan pengadaan BBM dan energi listrik.

Permasalahan yang memililit bangsa ini memang berat, hampir di semua lini, tak terkecuali di bidang energi. Tetapi, bukan berarti para pejabat terkait boleh berkelit. Seberat apa pun masalah yang dihadapi lembaga yang dipimpinnya, harus diselesaikan, bukan malah dijadikan kambing hitam untuk mengabsahkan kegagalan.

Meskipun mungkin sebagian besar rakyat kurang paham betul dengan masalah yang dihadapi Pertamina dan PT PLN –dua Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bertanggungjawab atas pengadaan BBM dan energi listrik. Tapi, masing-masing pemangku jabatan Direktur Utama kedua BUMN ini pastilah tahu, seberapa rumit tugas dan tanggungjawab yang harus diembannya, seberapa berat masalah yang dihadapinya.

Berani menerima jabatan berarti berani menerima tugas dan tanggungjawab. Dalam bahasa agama, jabatan itu amanah yang harus ditunaikan. Kegagalan menunaikan amanah berarti harus menerima pemakzulan. Kalau merasa diri tidak mampu, mengapa harus bertahan, bukankah jauh lebih baik dan elegan bila tugas dan tanggungjawab itu dialihkan pada orang lain yang lebih mampu?

Beberapa bulan lalu, harga BBM sudah naik rata-rata hingga di atas 100%. Tarif dasar listrik pun kian hari kian melangit. Meskipun sangat pahit, demi kelangsungan hidup bersama, rakyat rela berkorban.

Tetapi, para pejabat itu, meskipun sudah terbukti gagal mengemban tugas dan tanggungjawab, masih tetap bergeming pada jabatannya masing-masing.

Kalau para pejabat itu tak mau bertanggungjawab, barangkali hanya kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kita sandarkan harapan. Karena Presiden sudah berjanji akan melakukan overhaul (baca, merombak dan membersihkan) Pertamina (dan PT PLN?), maka sekarang inilah saat yang tepat untuk melaksanakan janji itu. Janji adalah hutang, Mr Presiden!

Ibarat orang mandi, cara yang terbaik membersihkan badan harus dimulai dari kepala. Jika Presiden ingin merombak dan membersihkan Pertamina dan PT PLN, mulailah dari pimpinan keduanya.