Friday, November 3, 2006

Hak-Hak Warga Negara

Oleh Jeffrie Geovanie
Direktur Eksekutif The Indonesian Institute

Yang disebut warga negara adalah anggota komunitas suatu negara yang setia dan mematuhi semua undang-undang yang berlaku di negara tersebut. Sebagai konsekuensi atas kesetiaan dan kepatuhan itu, warga negara diharuskan membayar pajak, fiskal, dan kewajiban-kewajiban lain yang ditetapkan oleh negara melalui undang-undang yang ditetapkan oleh badan legislatif yang mewakili aspirasi warga negara.

Sebagai imbalan dari kesetiaan dan kepatuhan itu, negara berkewajiban menjamin dan melindungi hak-hak setiap warga negara. Negara yang abai atau gagal melindungi hak-hak warganya, bisa dituntut di muka hukum, bila perlu di depan mahkamah international dengan landasan (1) Deklarasi Universal tentang Hak-hak Asasi Manusia yang disetujui dan diumumkan oleh Resolusi Majelis Umum PBB, 10 Desember 1948; dan (2) Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik. Yang disetujui Resolusi Majelis Umum PBB, 16 Desember 1966.

Di antara hak-hak warga negara yang harus dijamin dan dilindungi oleh negara secara garis besar ada dua: (1) yang menyangkut hak-hak sipil dan politik; dan (2) yang menyangkut hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya.

Hak-hak sipil dan politik meliputi: (a) hak atas kebebasan dan kemauan diri (right to liberty and security of person); (b) hak atas kesamaan di muka peradilan (right to equality before courts and tribunals); (c) hak atas kebebasan berpikir, berkesadaran dan beragama (right to freedom of thought, consciences and religion); (d) hak untuk berpendapat tanpa mengalami gangguan (right to hold opinion without interference); (e) hak atas kebebasan berkumpul secara damai (right to peaceful assembly); dan (f) hak untuk berserikat (right to freedom of association).

Sedangkan hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya meliputi: (a) hak atas pekerjaan (right to work); (b) hak untuk membentuk serikat kerja (right to form trade unions); (c) hak atas pensiun (right to social security/pension); (d) hak atas tingkat kehidupan yang layak bagi diri dan keluarganya, termasuk pangan, sandang, dan papan/rumah tinggal (right to adequate standard of living of himself and his family, including adequate food, clothing and housing); dan (e) hak atas pendidikan (right to education).

Sebagai negara demokrasi, Indonesia sudah memasukkan semua hak-hak warga negara ke dalam UUD 1945, dan dalam undang-undang bidang politik dan undang-undang bidang ekonomi, sosial, dan budaya.

Hanya saja, karena keterbatasan anggaran negara (apalagi dikorupsi pula oleh sebagian pejabat negara), pemerintah Indonesia belum mampu sepenuhnya memenuhi hak-hak warga negara. Masih tingginya angka pengangguran, tingkat kemiskinan, gelandangan, dan tingkat kebodohan (bahkan buta huruf), merupakan bukti ketidakmampuan pemerintah memenuhi hak-hak warga negara bidang ekonomi, sosial, dan budaya.

Sedangkan kasus terbunuhnya aktivis HAM, Munir, terus bergolaknya kerusuhan di Poso, dan masih banyaknya kasus pelanggaran HAM yang belum terungkap secara tuntas, menjadi bukti ketidakmampuan pemerintah dalam menjamin hak-hak warga negara di bidang politik.

Sebagai konsekuensi dari ketidakmampuan itu, rapor pemerintahan SBY-JK masih merah di mata elite politik (dikatakan elite politik karena kalau dilihat dengan parameter hasil survei dari LSI (Lembaga Survei Indonesia) terakhir, persepsi publik tentang SBY–JK justru mengalamai peningkatan yang positif). Bahkan dalam kasus Munir, bukan tidak mungkin, Indonesia akan berurusan dengan Dewan HAM Internasional.